Ini Harapan Petisioner Teguh Santosa di Sidang PBB New York

- 5 Oktober 2023, 21:43 WIB
Teguh Santosa ketika menyampaikan petisinya di hari pertama (Rabu, 4 Oktober 2023). Foto: Istimewa
Teguh Santosa ketika menyampaikan petisinya di hari pertama (Rabu, 4 Oktober 2023). Foto: Istimewa /

SEPUTAR CIBUBUR - Untuk mempresentasikan pandangan mengenai sengketa Sahara Barat atau Sahara Maroko, lebih dari 150 petisioner kembali berkumpul di Komite 4 Majelis Umum Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), di New York, yang dijadwalkan berlangsung dari hari Rabu sampai Jumat, 4-6 Oktober 2023.

Salah seorang petisioner dalam pertemuan itu adalah wartawan senior yang juga dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Teguh Santosa. Dia menjadi petisioner ke-22 dalam daftar petisioner di sesi tahun ini.

Bagi Teguh yang kini memimpin Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), ini adalah kali ketiga dirinya hadir sebagai petisioner sengketa Sahara Maroko, setelah sebelumnya di tahun 2011 dan 2012.

Teguh mengatakan, dirinya lebih memilih menggunakan istilah “Sahara Maroko” dan bukan “Sahara Barat” karena menurutnya wilayah yang sedang diperbincangkan ini secara historis merupakan bagian dari Kerajaan Maroko sejak lama.

Baca Juga: Gubernur Lemhannas Gagas Angkatan Siber, Ini Respons Ketum JMSI

Maroko kehilangan kontrol atas wilayah Sahara pada 1912. Awalnya Maroko menandatangani perjanjian dengan Prancis yang menempatkan Maroko sebagai wilayah yang diproteksi Prancis pada Maret 1912. Namun setelah Perjanjian Fes itu ditandatangani, pada bulan November di tahun yang sama secara sepihak Prancis memberikan wilayah Sahara kepada Spanyol.

Sidang Komite 4 Majelis Umum Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), di New York. Foto: Istimewa
Sidang Komite 4 Majelis Umum Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), di New York. Foto: Istimewa
Prancis meninggalkan Maroko pada tahun 1956, dan sejak saat itu pejuang-pejuang Maroko di utara berkerja keras untuk merebut kembali wilayah mereka di Sahara yang masih dikuasai Spanyol. Di pertengahan era 1970-an, akibat hantaman krisis yang begitu keras, Spanyol akhirnya memutuskan angkat kaki dari Sahara.

Namun, salah satu kelompok yang didirikan para pejuang Maroko untuk merebut kembali wilayah Sahara dari tangan Spanyol berubah haluan. Kelompok yang bernama Polisario itu memilih mengikuti agenda Aljazair dan Blok Timur pada era Perang Dingin untuk memisahkan diri dari Maroko. Aljazair menampung Polisario di sebuah kamp pengungsi yang ada di teritori Aljazair yang dikenal dengan nama Kamp Tindouf. Tidak hanya itu, Polisario juga mendirikan negara yang mereka sebut sebagai Republik Demokratik Arab Sahrawi.

Maroko dan Polisario yang didukung Blok Timur sempat terlibat dalam konflik bersenjata sampai gencatan disepakati pada tahun 1991, setelah Uni Soviet menghadapi krisis internal yang berujung pada kehancuran Blok Timur.

Ketika menyampaikan petisinya di hari pertama (Rabu, 4 Oktober 2023), Teguh merujuk kembali pada apa yang telah dilakukannya untuk mengenali konflik ini dari jarak yang sangat dekat.

Halaman:

Editor: Ruth Tobing

Sumber: Siaran Pers


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x