Perluas Rekognisi Sistem Pengelolaan Hutan Lestari Nasional, Platform BMRC Makin Solid

9 Desember 2023, 20:38 WIB
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK yang juga menjadi Ketua Sekretariat BMRC Krisdianto Sugiyanto (kanan) dan Director Forestry Commission Ghana Chris Beeko. /

SEPUTAR CIBUBUR- Negara-negara produsen yang tergabung dalam Broader Market Recognition Coalition (BMRC) menyerukan agar pasar global merekognisi sistem pengelolaan hutan lestari nasional sebagai upaya mempromosikan perdagangan kayu berkelanjutan.

"Sistem pengelolaan hutan lestari yang dibangun oleh negara-negara yang tergabung dalam BMRC sangat kuat untuk mencegah perdagangan kayu ilegal," kata Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto saat membuka diskusi 'Broader Market Recognition Coalition: Incentivizing Good Tropical Forest Governance' di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP28 UNFCCC, Dubai Uni Emirat Arab, Jumat, 8 Desember 2023.

BMRC adalah platform yang dikembangkan oleh negara-negara produsen kayu untuk mendukung, mengawal, dan mempromosikan, sistem pengelolaan hutan lestari nasional yang dikembangkan oleh masing-masing negara.

Baca Juga: Swasta Jalin Kemitraan Pacu Dekarbonisasi Menuju Carbon Negative

BMRC juga mempromosikan harmonisasi standar produk untuk produk hasil hutan legal dan lestari untuk regulasi yang mengatur tentang pengadaan barang pada sektor pemerintah maupun swasta.

"BMRC adalah platform untuk mempromosikan perdagangan produk kayu dan hasil hutan lestari," kata Agus.


Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK yang juga menjadi Ketua Sekretariat BMRC Krisdianto Sugiyanto menjelaskan inisiatif BMRC mulai bergema saat dialog yang diselenggarakan di COP26 UNFCCC di Glasgow, Inggris.

"BMRC terbentuk secara formal pada tahun 2022 dimana enam negara produsen yaitu Indonesia, Ghana, Liberia, Guyana, Kamerun, dan Republik Kongo sepakat untuk berkolaborasi," jelas Krisdianto.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada pertemuan BMRC di Bali, Maret 2023 lalu, negara-negara anggota BMRC semakin solid dan sepakat mengembangkan peta jalan rencana aksi untuk memperluas pengakuan pasar atas sistem pengelolaan hutan lestari nasional masing-masing negara.

Krisdianto menjelaskan, bahwa setiap negara produsen telah mengembangkan sistem pengelolaan hutan lestari nasional yang akuntabel dan transparan.

Indonesia misalnya telah memiliki Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK). Dampak dari adanya sistem tersebut adalah laju deforestasi Indonesia berhasil diturunkan hingga 75% menjadi hanya sekitar 100 ribuan hektare per tahun, terendah sepanjang sejarah sejak tahun 1990-an.

Krisdianto mengatakan, capaian ini seharusnya mendapat pengakuan yang lebih luas dari pasar global. "Indonesia dan negara-negara produsen yang telah mengembangkan sistem pengelolaan hutan lestari yang akuntabel dan transparan layak mendapat insentif pasar," katanya.

Director Forestry Commission Ghana Chris Beeko menjelaskan, sistem pengelolaan hutan yang dibangun Ghana kini sudah mendapat pengakuan berdasarkan kemitraan FLEGT dengan Uni Eropa, menyusul yang sudah dicapai oleh Indonesia.

"Kami membangun melalui proses panjang yang melibatkan multi pihak, sepantasnya ada insentif atas yang sudah dilakukan," katanya.

Dalam diskusi tersebut turut menjadi pembicara Director Rights and Advocacy Initiatives Network (RAIN) Ghana Doreen Asumang Yeboah dan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Dian Novarina.***

Editor: Ruth Tobing

Tags

Terkini

Terpopuler