Kejagung Periksa 12 Petinggi ESDM Babel Terkait Korupsi Timah

26 April 2024, 12:05 WIB
Dr. Ketut Sumedana - Kapuspenkum Kejagung RI /Joe/

SEPUTAR CIBUBUR-Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa SW, mantan Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung dalam kasus korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.

SW diperiksa bersama 11 orang saksi lain, Kamis 25 April 2025.

Dua belas orang saksi tersebut diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 s/d 2022 atas nama tersangka TN alias AN dkk," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis, Jumat 26 April 2024.

Baca Juga: NasDem Sepakat Dukung Pemerintahan Prabowo Gibran

Ke 11 saksi lain yakni Inspektur Tambang Dinas Pertambangan ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2017, Sekretaris Tim Evaluator RKAB berinisial PD, serta DW, IWN, HR selaku Inspektur Tambang dan YS alias YG selaku pihak swasta.

Lalu, RV, MA, NG, NRN, AW selaku competent person Indonesia (CPI) PT Timah dan STJ selaku pihak swasta.

Ketut tidak menjelaskan lebih jauh hasil pemeriksaan yang dilakukan kepada para saksi. Ia hanya mengatakan pemeriksaan dilakukan dalam rangka melengkapi berkas perkara.

Baca Juga: NasDem Sepakat Dukung Pemerintahan Prabowo Gibran 

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," ujar Ketut.

Kejagung telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.

Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.

 Baca Juga: Nikmati Uang Korupsi, Keluarga SYL Bakal Jadi Tersangka

Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.

Namun, Kejagung menegaskan nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Kejagung menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.***

Editor: Ruth Tobing

Tags

Terkini

Terpopuler