Krisdianto menjelaskan, bahwa setiap negara produsen telah mengembangkan sistem pengelolaan hutan lestari nasional yang akuntabel dan transparan.
Indonesia misalnya telah memiliki Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK). Dampak dari adanya sistem tersebut adalah laju deforestasi Indonesia berhasil diturunkan hingga 75% menjadi hanya sekitar 100 ribuan hektare per tahun, terendah sepanjang sejarah sejak tahun 1990-an.
Krisdianto mengatakan, capaian ini seharusnya mendapat pengakuan yang lebih luas dari pasar global. "Indonesia dan negara-negara produsen yang telah mengembangkan sistem pengelolaan hutan lestari yang akuntabel dan transparan layak mendapat insentif pasar," katanya.
Director Forestry Commission Ghana Chris Beeko menjelaskan, sistem pengelolaan hutan yang dibangun Ghana kini sudah mendapat pengakuan berdasarkan kemitraan FLEGT dengan Uni Eropa, menyusul yang sudah dicapai oleh Indonesia.
"Kami membangun melalui proses panjang yang melibatkan multi pihak, sepantasnya ada insentif atas yang sudah dilakukan," katanya.
Dalam diskusi tersebut turut menjadi pembicara Director Rights and Advocacy Initiatives Network (RAIN) Ghana Doreen Asumang Yeboah dan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Dian Novarina.***