Aset Keluarga Cendana, Berserakan di Kawasan Cibubur

7 Februari 2023, 19:30 WIB
Menteri Pertahanan Prabowo bersama dengan Keluarga Cendana.* //Instagram/@prabowo

 

SEPUTAR CIBUBUR-Presiden kedua Indonesia Suharto serta keluarganya yang akrab disebut keluarga  Cendana diketahui punya banyak aset berupa tanah hingga bangunan di Kawasan Timur Jakarta yang dikenal sebagai kawasan Cibubur.

Taman Mini di Jakarta Timur, Tempat Wisata Mekarsari di Cileungsi, Sirkuit Sentul, di Bogor, bahkan ratusan hektar tanah yang tersebar di kawasan Cibubur, Jonggol, Sentul hingga Bogor diketahui milik keluarga Suharto yang berkuasa selama 32 tahun menjadi Presiden di Indonesia.

Salah satu peninggalan jejak kejayaan almarhum Presiden kedua Indonesia, itu adalah Gedung Graha Garuda Tiara Indonesia. Kini, yang tersisa dari gedung itu hanya puing-puing.

 Baca Juga: Sekelumit Kisah Jonggol, Pernah Diplot Suharto Sebagai Ibu Kota Gantikan Jakarta

Gedung yang berlokasi di Jalan Narogong, Kampung Cibeureum, Kelurahan Cileungsi Kidul, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, , terlihat sudah rata dengan tanah.

Sekitar awal 2014, gedung berarsitektur burung Garuda Pancasila itu dibongkar. Nyaris tak ada yang tersisa, selain hamparan luas tanah merah, beberapa bekas tiang pancang yang jumlahnya tak banyak, dan hutan bambu.

Satu hal solid yang masih terlihat jelas hanya sebuah monumen gedung yang dulunya bertuliskan "Graha Garuda Tiara Hotel dan Konvensi".

Akan tetapi, monumen berwarna abu-abu dan hitam itu kini tersembunyi, tertutup lapak kaki lima, seperti bengkel dan tempat penjualan pulsa, tepat di pinggir Jalan Narogong. Monumen itu jadi saksi berdiri dan matinya gedung tersebut.

 Baca Juga: Garuda Tiara, Misteri Hotel Megah di Cileungsi yang Tak Pernah Terkuak Milik Keluarga Cendana

Cerita mengenai gedung tersebut sebagian mengendap di warga Desa Cibeureum.

Kawasan sekitar Gedung Garuda dulunya adalah perkebunan karet. Berhadapan dengan Kampung Cibeureum, Gedung Garuda membelakangi Desa Bojong Kaso.

Pada eranya, warga perkampungan setempat kerap memakai jalan aspal yang dulu ada di area gedung untuk menyeberang antarkampung.

Menurut dia, ketika Pak Harto berkuasa, pada sekitar tahun 1990-an, gedung ini masih dipakai sebagai tempat pertemuan menteri-menteri era Presiden kedua RI tersebut.

 Baca Juga: Perjalanan Spiritual Dennis Lim, Dari Bandar Judi Jadi Ustaz

Selain untuk pertemuan menteri, ada kalanya pejabat asing, seperti dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), juga pernah datang.

"Pak Harto juga dulunya sering datang ke situ buat pertemuan," kenang seorang perempuan berusia 46 tahun, warga RT 05 RW 05, Desa Cibeureum seperti dilansir dari Kompas.com.

Gedung Garuda, menurut dia, begitu megah. Ia tak tahu persis kapan gedung ini dibangun. Namun, ia mengaku, gedung itu sudah ada ketika ia masih duduk di bangku SMP sekitar tahun 1980.

Kendati demikian, informasi berbeda di jagat maya menunjukkan bahwa pembangunan gedung ini dimulai pada pertengahan Februari 1995.

Baca Juga: Renungan Malam Kristiani: Jangan Menyerah Dalam Perjalanan

Konon, biaya pembangunannya menghabiskan Rp 75 miliar pada waktu itu atau jika menggunakan kurs saat ini sekitar Rp517 miliar. Gedung ini disebutkan untuk wisma atlet saat SEA Games 1997 di Jakarta.

Pembangunan kompleks ini disebutkan terdiri dari 456 kamar pada 10 wisma berbentuk sayap (semuanya 3 lantai), sebuah hotel dengan 198 kamar dan 6 suite, pusat konvensi berkapasitas 3.000 tempat duduk, fasilitas olahraga, kolam renang standar olimpiade, dan landasan helikopter.

 Namun, pembangunannya disebut tak sepenuhnya rampung.

Menurut warga, bila dilihat dari udara, arsitektur Gedung Garuda akan membentuk burung Garuda Pancasila.

"Dulunya anak muda sini juga suka bikin acara kirab, makanya kalau di sini dikenal namanya 'Gedung Kirab'," ujarnya.

Baca Juga: Warga Gunung Kidul Hadapi Persoalan Pakan Ternak, Ini Solusi Keraton dan PLN

Seiring perjalanan waktu, gedung tersebut akhirnya terbengkalai. Persis seusai Pak Harto lengser dari kekuasaannya sekitar tahun 1998, Gedung Garuda menjadi tak terurus.

Atap rusak dan ilalang pun tumbuh liar seperti tak ada perawatan.

Ia mengatakan, hampir setiap sudut gedung jadi tak terlihat karena tertutup ilalang. Karena tak terurus, warga sekitar mulai enggan berjalan-jalan ke gedung tersebut.

 "Biar sudah ditutup, tetapi dulu sempat jadi tempat buat olahraga pagi tiap hari Minggu sama warga di sini. Anak muda juga tiap malam Minggu juga suka nongkrong ke sana. Dulu satpam yang jaga bolehin masuk. Setelah banyak ilalang, udah jarang yang masuk," ujar dia.

Sekitar tahun 2000, aksi penjarahan mulai terjadi. Dulunya, hotel di dalam area gedung itu telah memiliki fasilitas yang komplet, dijarah pihak tak dikenal. Tak ada yang tahu siapa dan dari mana asal penjarah. Namun, penjarah kadang disebutkan membawa "senjata" ketika mengambil barang.

Baca Juga: Properti Cibubur: Wajah Baru Kota Wisata Cibubur Hadirkan Sederet Fasilitas Unggulan di Satu Kawasan Township

"Pas datang suka pakai truk, dengar-dengar juga bawa senjata. Kami mana ada yang tahu mereka siapa," ujarnya.

 Satpam yang berjaga menurut dia juga tak berkutik, apalagi setelah jumlah satpam yang disebut sempat mencapai puluhan orang itu kini tersisa beberapa orang saja. Penjarahan pun kian menjadi.

"Bahkan pernah ada yang nanam patok-patok. Pas polisi turun 200 orang, sudah enggak ada yang berani," ujar dia.

Tahun 2014 awal, pembongkaran dengan alat berat mulai dilakukan. Pertengahan tahun itu, tepat setelah Lebaran, pembongkaran selesai dilakukan.

Meski tak ada penolakan dari warga, pembongkaran simbol kebanggaan era Pak Harto tersebut sempat menuai protes.

"Dulu didemo pas dibongkar karena tanah yang dikeruk itu bikin debu di jalan (Narogong). Kadang orang suka kecelakaan karena licin pas hujan," ujar dia.

 Baca Juga: Cibubur Bakal Punya Living World Kota Wisata

Warga mengaku tak tak tahu soal rencana pengunaan lahan tersebut. Menurut warga, sebuah yayasan di Jakarta kini mengelola lahan itu. Kabarnya, yayasan tersebut masih punya kaitan dengan keluarga Cendana.

Meski Graha Garuda Tiara Indonesia itu telah hilang, kekuasaan Pak Harto masih lekat di warga. Misalnya, beberapa petak lahan di RT 05 RW 05 dimiliki oleh garis keluarga Cendana.

"Perusahaan pengolahan kerang buat hiasan rumah yang ada di sana itu katanya juga punyanya bibi Pak Harto. Tanah di sini juga punya Pak Harto. Perusahaan itu juga baik buat warga sini, sering bagi-bagi sumbangan," ujar dia.***

Editor: Ruth Tobing

Tags

Terkini

Terpopuler