SEPUTAR CIBUBUR - Sesuai ekspektasi, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di 5,75% pada hari Kamis lalu.
Merespons hal tersebut, para pembuat kebijakan lebih yakin pada prospek pemulihan global dibandingkan dengan hasil tinjauan terakhir dan optimistis akan pembukaan kembali Tiongkok (perkiraan BI: 5,1%). Yang menjadi asumsi dasar adalah suku bunga The Fed mencapai 5% dan tetap tertahan pada tahun 2023, dengan risiko kemungkinan The Fed menaikkan sampai sebesar 5,25% saja.
Pertumbuhan domestik terlihat berada di kisaran atas dalam rentang 4,5-5,3% pada tahun 2023 (perkiraan DBS: 5%). Dari perkiraan surplus neraca transaksi berjalan sebesar 0,4-1,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2022, neraca transaksi berjalan diperkirakan akan berkisar antara -0,4% hingga 0,4 dari PDB tahun ini, kemungkinan besar karena neraca perdagangan sektor komoditas yang lebih rendah.
Baca Juga: Bank DBS Indonesia Komit Jaga Perlindungan Data Nasabah
BI memperoleh keyakinan pada tren inflasi, menyoroti bahwa tindakan kebijakan telah membantu membatasi tekanan harga, dengan inflasi umum dan inflasi inti akan kembali ke kisaran 2-4% pada paruh kedua tahun 2023. Kenaikan suku bunga yang dilakukan hingga saat ini tidak dilihat sebagai penghambat pertumbuhan, di tengah likuiditas rupiah yang cukup dan hanya sedikit perubahan ke suku bunga kredit. Rasio aset likuid terhadap dana pihak ketiga masih tinggi sebesar 29,1%.
Sehubungan dengan sikap kebijakan, otoritas menegaskan bahwa pengaturan kebijakan sudah tepat dan respon yang diberikan sudah bersifat preventif untuk mengelola tekanan inflasi dan menjaga stabilitas rupiah.
Demikian ikhtisar yang disampaikan DBS Group Research dalam keterangan tulisnya di Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Implikasi terhadap pasar
Rupiah dan obligasi rupiah mengalami penguatan spontan karena keputusan BI untuk menahan suku bunga acuan. Fokus saat ini adalah pada risiko bahwa The Fed akan menaikkan ekspektasi suku bunga acuannya.
BI menegaskan bahwa suku bunga kebijakan telah mencapai puncaknya
Prospek
Iklim positif ini juga diprediksikan pengaruh pengusulan kembali Gubernur BI Perry Warjiyo untuk masa jabatan kedua. Hal ini disinyalir dapat memberikan stabilitas berkat kontinuitas kebijakan sebelumnya serta kemampuan Perry Warjiyo dalam pasar domestik dan internasional.
Baca Juga: Ini Katalis Jangka Menengah Indonesia Menurut DBS Group Research
BI memperkirakan mata uang rupiah akan menguat karena fundamental yang lebih baik, termasuk pertumbuhan yang kuat, inflasi yang rendah, dan imbal hasil riil yang menarik. Selain itu, respon terhadap perubahan kebijakan The Fed diperkirakan akan mengalami penyesuaian melalui Operation Twist, yaitu merefleksikan premi suku bunga AS-Indonesia pada ujung pendek kurva, sambil menjaga kestabilan jangka panjang untuk mencegah peningkatan tajam pada biaya pembiayaan.
Asumsi dasar BI telah memperhitungkan kemungkinan kenaikan suku bunga acuan The Fed. Upaya intervensi kemungkinan besar akan menjadi garis pertahanan pertama terhadap tekanan yang dihasilkan terhadap rupiah, sebelum meninjau kembali perlunya kenaikan suku bunga tambahan.
Langkah-langkah untuk menarik penghasilan valas (update)
Baca Juga: Perkuat Posisi Bank of Choice, Bank DBS Bertransisi Menuju Keberlanjutan
Bank domestik akan diminta untuk memobilisasi arus tersebut dari eksportir, dan pada gilirannya parkir dengan BI (yang akan diinvestasikan di pasar luar negeri, sebagai bagian dari cadangan). Gubernur BI, Warjiyo meyakinkan bahwa suku bunga kompetitif akan diberikan untuk instrumen deposito berjangka ini untuk mendorong arus masuk, dan kemungkinan akan berada dalam tenor 1, 3, 6 bulan, dengan kemungkinan bahwa deposito bernilai besar dapat menarik pengembalian yang lebih tinggi.
Sebelumnya ada indikasi bahwa pelaku sektor manufaktur akan diminta untuk bergabung dengan industri sumber daya (pertambangan, perkebunan, kehutanan, dll.) untuk mengarahkan pendapatan valas mereka ke dalam negeri. Market chatter juga menyatakan bahwa eksportir mungkin diminta untuk mempertahankan setidaknya 30% dari hasil di darat selama tiga bulan di pasar dalam negeri. (Lucius GK)