Tanggapan Ahli Hukum Dan YLKI Terkait Kasus Salah Transfer Dana ke Nasabah

- 13 Desember 2021, 19:23 WIB
Tanggapan Ahli Hukum Dan YLKI Terkait Kasus Salah Transfer Dana ke Nasabah
Tanggapan Ahli Hukum Dan YLKI Terkait Kasus Salah Transfer Dana ke Nasabah /Pixabay/

SEPUTAR CIBUBUR - Kasus salah transfer pegawai bank ke rekening nasabah kerap terjadi bahkan ada yang sampai ke meja hijau.

Dalam sejumlah kesempatan perbankan memiliki kekuatan karena merujuk pada pasal 85 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana seolah-olah menjadi senjata sakti bagi perbankan.

Namun bagaimana kasus salah transfer dana ke nasabah ini menurut tanggapan ahli hukum? 

Baca Juga: BSI: Nasabah ex-BNIS Dapat Mengaktifkan BSI Mobile Untuk Transaksi 

Ahli Hukum yang juga dikenal sebagai penulis buku, Prof M Yahya Harahap, mengatakan bahwa transfer dana adalah peristiwa perdata.

Peristiwa ini berawal dari perjanjian yang berlaku antara pihak pengirim dan dengan pihak penyelenggara penerima dana.

"Dalam pasal 5 ayat 1 tegas dikatakan bahwa transfer dana merupakan perjanjian. Prosesnya dimulai dari proses 'over and acceptance'. Jadi ada penawaran dan ada penerimaan," kata Yahya Harahap dalam keterangannya, Jakarta, Senin 13 Desember 2021.

Yahya Harahap yang menulis lebih dari 20 judul buku kerap dipakai penegak hukum itu menambahkan penawaran dilakukan dalam bentuk perintah transfer dana dari pengirim asal yang ditujukan kepada penyelenggara penerima dari penyelenggara pengirim.

Kata dia bentuk adanya persetujuan penyelenggara penerima dalam bentuk akseptasi. Sejak proses akseptasi inilah lahirnya perjanjian antara pengirim asal dengan lembaga penyelenggara penerima dana.

"Apabila perintah pengiriman itu, perintah yang dilakukan si pengirim asal dengan penyelenggara penerima dana memenuhi ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata maka perjanjian berakibat hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yakni perjanjian mengikat sebagai undang-undang yang tidak dapat ditarik kembali," ucap dia.

Yahya Harahap saat tampil dalam diskusi webinar bersama Indonesian Journalist of Law bertemakan 'Kupas Tuntas Perlindungan Konsumen Dalam UU Transfer Dana' pada Sabtu 11 Desember 2021, menyatakan UU Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, telah disalahpahami dan dijadikan sarana kriminalisasi terhadap nasabah yang tidak bersalah, karena telah menerima transfer dana.

"Padahal, otoritas akseptasi ada pada lembaga penyelenggara penerima dana (Bank), bukan konsumen atau nasabah," tutur dia.

Baca Juga: Dukung Penerapan PPKM Darurat, BSI Ubah Skema Migrasi Nasabah

Ketentuan pidana dalam Pasal 85 UU Transfer Dana, menebar teror bagi segenap nasabah bank. Sebab, tanpa ada kesalahan nasabah bisa saja dipidana hingga 5 tahun dari transfer dana yang tidak diketahui sumbernya, meskipun nasabah telah melakukan komplain kepada pihak bank.

Sementara Pengurus Harian Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia atau YLKI Sulasri mengatakan sejumlah laporan masyarakat yang diterimanya.

Ia juga mengeluhkan, soal ramainya kabar nasabah atau konsumen yang menerima transfer dana yang berujung pidana di pengadilan.

"Setiap konsumen yang menjadi nasabah bank memiliki hak konsumen yakni hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur juga jaminan keamanan dan kepastian hukum dari pelaku penyedia jasa keuangan," ungkapnya.

Sulasri juga menegaskan adanya dana yang masuk ke rekening nasabah dan tidak diketahui darimana asalnya padahal konsumen sudah menyampaikan kepada Bank bahwa menerima transfer, tidak dapat dipersoalkan karena hal ini merupakan wujud itikad baik konsumen.

"Ketika terkait adanya kesalahan transfer dana ini, kemudian ada suatu itikad baik yang dilakukan oleh konsumen kepada pelaku usaha, harusnya kan ada suatu respon yang baik," tutur dia.

Dia mengatakan kedepan perlu adanya pembenahan, terkait otorisasi nasabah siapa yang memberikan dengan mekanismenya, jangan sampai konsumen yang beritikad baik itu menjadi suatu korban.

"Misalnya ada suatu batasan waktu agar ada kepastian hukum buat konsumen terkait dengan kesalahan transfer ini," ujar dia.

Nah ucap Sulasri ketika ada dana salah transfer perlu diketahui status dana tersebut, milik siapakah, hal ini yang perlu diatur, misalnya dalam jangka waktu sekian tidak ada suatu klaim itu sudah menjadi milik daripada si penerima.

"Karena ini menjadi suatu resiko dari yang dilakukan oleh pelaku transfer. Jangan yang melakukan salah transfer dibebankan oleh penerima transfer ini," tuturnya.

Sebabnya kata dia, otoritas penyedia jasa keuangan wajib menjelaskan kepada konsumen dana tersebut berasal darimana.

Sehingga, dalam keadaan ini konsumen tidak patut dipersalahkan selama ada bukti telah melakukan proses pelaporan kepada penyedia jasa sebagai bentuk itikad baik.

"Jadi perlu ada mekanisme komunikasi yang dilakukan ketika konsumen ini melakukan sesuatu komunikasi bagaimana respon dari Pelaku Usaha Jasa Keuanga (PUJK), kemudian tidak di respon dengan baik ini kan perlu ada pembuktian, apakah sudah dilakukan prosedur sesuatu yang sesuai dengan prosedur ataukah tidak.

Sebelumnya, Indonesian Journalist Of Law mengelar diskusi webinar dengan menghadirkan Sulastri dari YLKI, mantan Hakim Agung Prof Yahya Harahap, Batara Maju Simatupang selaku Ahli Risk Management Perbankan & Asuransi, Ade Adhari selaku Akademisi Fakultas Hukum dari Universitas Tarumanegara sekaligus Direktur Institut Diponegoro Center Of Criminal Law, dan dipandu Ketua IJL Edward Panggabean bersama Fitri Novia Heriani selaku moderator.***

Editor: Danny tarigan

Sumber: Beragam Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x