Jalannya Sidang Gugatan UU Perdagangan oleh Bos Robot Trading Viral Blast, Member Net89,DNA Pro, ATG Simak Ya

- 7 September 2022, 13:15 WIB
Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi /Pixbay

SEPUTAR CIBUBUR – Info yang harus diketahui oleh member robot trading seperti Viral Blast, DNA Pro, ATG, dan Net89.

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) pada Selasa, 6 September 2022.

Perkara yang teregistrasi Nomor 84/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Rizky Puguh Wibowo, Zainal Hudha Purnama, Minggus Umboh yang berprofesi sebagai wiraswasta.

Baca Juga: Tarif Ojol Baru Mulai Berlaku Sabtu 10 September 2022

Untuk diketahui, ketiga penggugat adalah bos robot trading Viral Blast.

Para Pemohon mendalilkan Pasal 1 angka 5 dan Penjelasan Pasal 9 UU Ciptaker.

Pasal 1 angka 5 UU Ciptaker berbunyi, ”Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha”.

Penjelasan Pasal 9 UU Ciptaker berbunyi, ”Yang dimaksud dengan ‘skema piramida’ adalah istilah/nama kegiatan usaha yang bukan dari hasil kegiatan penjualan barang. Kegiatan usaha itu memanfaatkan peluang keikutsertaan mitra usaha untuk memperoleh imbalan atau pendapatan terutama dari biaya partisipasi orang lain yang bergabung kemudian atau setelah bergabungnya mitra usaha tersebut”.

Baca Juga: Restorasi Ekosistem Riau (RER) Catat Kemajuan Perbaiki Hutan Rawa Gambut, Simak Laporan Terbarunya

Pengacara penggugat, Eliadi Hulu menjelaskan bahwa pada kasus konkret para Pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah dihadapkan di pengadilan pada 1 Agustus 2022 dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU).

Pemohon didakwa telah melanggar ketentuan Pasal 105 UU Perdagangan. Berdasar ketentuan tersebut para Pemohon didalilkan menjalankan bisnis buakan dari hasil penjualan barang. Hal yang menjadi pertanyaan, apakah robot trading dan e-book bukan merupakan barang sebagaimana pengertian yang termuat dalam Pasal 1 angka 5 UU Perdagangan. Oleh karena itu, menurut JPU bahwa para Pemohon telah memenuhi unsur “kegiatan usaha yang bukan dari hasil penjualan barang”.

Baca Juga: Diduga Masih di Indonesia, Polisi Sebar Foto DPO Viral Blast Putra Wibowo

Padahal, menurut para Pemohon, robot trading dan e-book termasuk kategori barang karena dalam transaksi penjualannya terdapat akun yang berisi identitas member dan alat untuk melakukan trading, sedangkan bukti kepemilikan e-book juga dapat ditelusuri dengan pembayaran yang telah dilakukan dengan penggunaan kode akses.

Sebagai ilustrasi para Pemohon menggambarkan kepemilikan akun robot trading dengan kepemilikan akun Instagram, Tiktok, dan Facebook yang dapat diperjual belikan jika telah memiliki banyak pengikut.

“Oleh karena itu, jika jaksa penuntut umum menganggap robot trading bukan barang, maka seharusnya segala hal yang memiliki fungsi dalam bentuk elektronik juga tidak dianggap sebagai barang,” jelas Eliadi di hadapan Majelis Sidang Panel yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Arief Hidayat.

Baca Juga: 3 Berkas Perkara Robot Trading Viral Blast Dinyatakan P21, Bareskrim Polri: Dilimpahkan ke Kejari Surabaya

Dalil konstitusional berikutnya yang diajukan para Pemohon terkait dengan skema piramida dalam perdagangan.

Eliadi menjelaskan para Pemohon yang merupakan PT Trust Global Karya (Viral Blast) yang sejak 2020 memproduksi buku edukasi elektronik (e-book) dan piranti lunak yang difungsikan sebagai robot trading yang telah memperoleh izin usaha perdagangan.

Wujud dari usaha para Pemohon ini adalah bentuk pengembangan teknologi yang membantu masyarakat untuk melakukan analisis sebelum melakukan investasi. Penggunaan robot trading ini, kata Eliadi, memiliki potensi yang sangat besar bagi pengembangan Artificial Intelligent (AI) yang sejalan pula dengan program pemerintah dalam mendorong pemanfaatan teknologi dan digitalisasi.

Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 1 angka 5 UU Perdagangan sebagaimana terakhir kali diubah dengan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945.

“Serta menyatakan pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau Pelaku Usaha termasuk software atau piranti elektronik,” tandas Eliadi seperti dikutip dari laman MK.

Kontestasi Terlalu Jauh

Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam nasihat Majelis Hakim mengatakan kontestasi antara pasal-pasal yang diujikan dengan dinilai bertentangan dengan Pasal 1 UUD 1945 terlalu jauh.

Sehingga para Pemohon akan kesulitan saat menguraikan posita permohonan. Oleh karena itu, ia menyarankan agar para Pemohon mencari landasan pasal yang dekat dengan pasal-pasal yang diujikan. “Misalnya Pasal 28, yang mungkin banyak bisa dijadikan landasan dalam pengajuan permohonan ini. Jika mengunakan Pasal 1 UUD 1945 itu terlalu jauh untuk dijadilan landasan atau batu ujinya,” jelas Arief.

Baca Juga: Bos Robot Trading Viral Blast Gugat Ketentuan Skema Piramida (Ponzi) ke MK, Member DNA Pro, Net89, ATG Simak

Berikutnya, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dalam nasihatnya memberikan arahan tentang Ketentuan Umum pada pasal-pasal yang diujikan tersebut perlu bagi para Pemohon untuk menguraikan penambahan definisi barang dan skema piramida yang ada pada pasal-pasal yang diujikan. Mengingat pada Ketentuan Umum tersebut dapat menjurus pada banyak pasal dan dapat saja berakibat pada pembatalan undang-undang secara keseluruhan.

Sementara Hakim Konstitusi Manahan dalam nasihatnya meminta para Pemohon untuk memperhatikan dengan saksama mengenai pasal yang diujikan pada perkara ini, yakni UU Perdagangan. Bahwa pada UU Ciptaker ini, jelas Manahan, revisi terbagi atas tiga bagian, ada norma yang dihilangkan seluruhnya; ada yang diubah sebagian, dan ada yang tetap. “Jadi Anda harus tegas, norma ini Pasal 5 UU Perdagangan dan Penjelasannya, apakah norma yang tetap atau diubah. Hal ini penting untuk diperjelas sehingga berkaitan dengan keseluruhan permohonan ini,” jelas Manahan.

Baca Juga: Dituduh Scam, Robot Trading Net89 (PT SMI) Dilaporkan ke Polisi, Member Desak Penangkapan Andreas Andreyanto

Sebelum menutup persidangan, Manahan menyebutkan atas permohonan ini para Pemohon diberikan waktu selambat-lambatnya hingga 19 September 2022 untuk menyempurnakan permohonan. Naskah dapat diserahkan baik secara elektronik melalui email, maupun menyerahkan naskah fisik kepada Kepaniteraan MK. ***

Editor: sugiharto basith budiman

Sumber: Mahkamah Konstitusi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah