SEPUTAR CIBUBUR – Nilai ekspor produk oleokimia Indonesia diproyeksikan bisa mencapai US$54 miliar pada 2030 jika hilirisasi sawit Indonesia bisa terus berkembang. Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Rapolo Hutabarat saat Workshop Jurnalis Industri Hilir Sawit bertemakan “Perkembangan dan Kontribusi Industri Hilir Sawit Bagi Perekonomian Indonesia” yang digelar Majalah Sawit Indonesia pada 31 Januari – 2 Februari 2024 di Bandung, Jawa Barat.
Rapolo mengatakan kenaikan nilai ekspor oleokimia sendiri tidak terlepas dari permintaan beragam industri dari kosmetik, makanan-minuman (mamin) hingga farmasi.
“Diperkirakan pasar oleokimia pada 2030 itu meningkat menjadi US$5,4 miliar dengan asumsi pertumbuhan 6% setiap tahun,” ujar Rapolo, dalam kegiatan yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan diikuti 30 jurnalis dari media cetak dan online.
Baca Juga: Wow! Hilirisasi Produk Sawit bakal Tembus US$107,02 Miliar 2028
Di samping BPDPKS, dukungan juga datang dari Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi), Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin), Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).
“Memang secara keseluruhan nilai ekspor kita seluruh HS itu hanya US$31 miliar, jadi turun semua. Negara tujuannya China, India, Uni Eropa dan lain lain,” ujar Rapolo.
Menurut dia, pasar ekspor oleokimia sendiri terbesar ke kawasan Asia Pasifik yakni sebesar US$16 miliar, dan sisanya Uni Eropa dan Amerika. Produknya sendiri mayoritas faty acid, fatty alcohol dan sebagainya.
Baca Juga: Ini Dukungan BPDPKS terhadap Pengembangan Sektor Hilir Sawit Berkelanjutan
“Kalau di Eropa konsumennya yakni Jerman, Perancis, Italia, Inggris yang memang lebih menginginkan produk berkelanjutan,” jelasnya.