Kemudian, Pasal 95A juga mengatur tentang sanksi pidana terhadap tindakan menyebarluaskan data pribadi tanpa hak.
“Pasal-pasal tersebut mestinya dielaborasi, apakah dapat diterapkan pada pencatutan nama dan data warga sebagai anggota parpol?” ujarnya.
Titi mengatakan, elaborasi penting dilakukan antara para pemangku kepentingan.
Pasalnya, pencatutan NIK merupakan praktik berulang yang tidak pernah diselesaikan secara tuntas dan memberi efek jera.
Selain itu, hal tersebut mengindikasikan juga adanya pencurian dan penyalahgunaan data pribadi warga yang sangat merugikan sekaligus merugikan mereka yang dicatut tersebut.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Fadli Ramadhanil beranggapan, hal yang paling utama soal masalah ini bukan sanksi pidananya saja.
Tapi membuka kepada publik, parpol-parpol yang melakukan pencatutan itu dan di mana saja mereka melakukan pencatutan.
“Lalu tindak lanjut dari pencatutan itu adalah mengurangi jumlah keanggotaan yg didaftarkan parpol ke Sipol KPU. Itu jauh lebih penting menurut saya daripada menarik persoalan ini ke ranah pidana,” katanya.