Pertemuan 8 Parpol soal Sistem Pemilu, Ini Tanggapan PDIP

- 8 Januari 2023, 19:03 WIB
Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dalam konferensi pers 'Refleksi Akhir Tahun 2022 dan Harapan Menuju Tahun 2023' yang digelar secara daring, Jumat (30/12/2022). Foto: PDIP
Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dalam konferensi pers 'Refleksi Akhir Tahun 2022 dan Harapan Menuju Tahun 2023' yang digelar secara daring, Jumat (30/12/2022). Foto: PDIP /

SEPUTAR CIBUBUR - Ketua umum serta pimpinan 8 partai politik (parpol) bertemu di Hotel Dharmawangsa terkait isu sistem pemilu yang perkaranya sedang dibahas di Mahkamah Konstitusi (MK).

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan PDIP yang tak hadir di pertemuan itu, memilih untuk menghormati apapun putusan MK.

“Pertemuan yang ada di hotel Dharmawangsa ya itu kita hormati sebagai bagian dalam tradisi demokrasi kita,” kata Hasto Kristiyanto saat diwawancara awak media usai menghadiri acara Makan Bareng 10.000 Warga DKI Jakarta di Jalan Baladewa, Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat, Minggu (8/1/2022).

Baca Juga: Megawati Keluarkan Surat Perintah Harian Jelang HUT PDIP, Kader Diminta Solid Menangkan Pemilu 2024

Dia mengatakan, adalah hal biasa untuk saling bertemu dalam dunia politik. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri juga melakukan banyak pertemuan, baik dengan rakyat maupun dengan elite nasional lainnya.

Yang membedakan adalah, Megawati melakukan pertemuan dengan para ketua umum parpol tidak dalam pengertian terbuka. “Beliau banyak melakukan dialog bangsa dan negara itu justru dalam suasana yang kontemplatif. Itu yang membedakan,” kata Hasto.

Dan momen saat ini, lanjut Hasto, PDIP disibukkan dengan persiapan HUT PDIP ke-50 pada 10 Januari.

Baca Juga: Tujuh Ribu Satgas Cakra Buana PDIP Apel di Cibubur, Ini Sebabnya

Mengenai isu sistem pemilu proporsional terbuka yang hendak diusukkan diubah tertutup seperti yang menjadi materi gugatan di MK, Hasto mengatakan bahwa semua ada ranahnya masing-masing.

Terkait dengan fungsi legislasi atau pembuatan UU, ranahnya ada di DPR. Namun jika menyangkut judicial review UU terhadap UUD 1945, ranahnya ada di MK.

Kalau ditanya idealisme yang dipegang PDIP terkait isu tersebut, Hasto mengatakan pihaknya melihat DPR bertanggung jawab bagi masa depan negara. Maka sebagai partai politik yang mengajukan calon anggota DPR, PDIP memerlukan para ahli dan pakar di bidangnya untuk bisa dicalonkan sebagai anggota DPR.

Baca Juga: Gotong Royong Kader dan Simpatisan untuk HUT ke-50 PDIP

“Di komisi I, kami perlu pakar-pakar pertahanan, para pakar-pakar diplomasi yang memperjuangkan kepentingan nasional Indonesia. Di komisi IV kami memerlukan pakar-pakar pertanian. Nah, dengan proporsional terbuka, ketika kami menawarkan kepada para ahli untuk membangun Indonesia melalui fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan di DPR, banyak yang mengatakan biayanya tidak sanggup. Karena proporsional terbuka dalam penelitian Pak Pramono Anung, minimum paling tidak harus ada (modal, red) yang Rp 5 miliar untuk menjadi anggota dewan. Bahkan ada yang habis sampai Rp 100 miliar untuk menjadi anggota dewan,” urai Hasto.

“Maka ada kecenderungan struktur anggota dewan, banyak yang didominasi para pengusaha,” tukasnya.

Sistem yang ada Indonesia saat ini, lanjut Hasto, meniru sistem di AS. Dan justru di AS, yang kerap dianggap ikonnya demokrasi, justru saat ini mengalami krisis, yang bahkan kesulitan saat akan memilih Ketua DPR-nya.

Baca Juga: PDIP Ingin Senior Partai Sumbang Tulisan Buku Sejarah Partai

“Maka PDI Perjuangan menawarkan suatu wacana untuk mari kita berpikir ulang dalam demokrasi kita. Diskursus inilah yang menyehatkan demokrasi. Masalah nanti apapun yang diputuskan MK, kami sekali lagi PDI Perjuangan bukan pihak yang punya legal standing melakukan Judicial Review,” tegas Hasto.

Mengenai ketakutan bahwa PDIP sebagai parpol pemerintahan akan mengintervensi MK mengenai gugatan judicial review, Hasto menyiratkan hal demikian mengada-ada. Dan itu sudah terbukti dalam kasus Judicial Review UU Cipta Kerja. Kalau MK memang bisa diintervensi, seharusnya gugatan terhadap UU Cipta Kerja ditolak. Faktanya gugatan itu diterima MK dan membuat keputusan baru.

“Buktinya banyak kepentingan pemerintah yang diusung PDI Perjuangan dalam judicial review kemudian hakim MK ambil sikap sesuai kenegarawanan hakim MK. Jadi semua pihak percaya pada kenegarawanan para hakim di MK karena itu jangan sekali-sekali intervensi,” tegas Hasto.

Baca Juga: PDIP Jadikan Penghargaan Cambuk untuk Lebih Baik Lagi

Lebih jauh, Hasto mengatakan PDIP tak pernah melakukan judicial review atas sistem pemilu. Namun ketika MK menerima gugatan dari masyarakat dan memprosesnya, semua pihak harus menghormatinya. Itulah sikap yang dipegang oleh PDIP.

“Mahkamah Konstitusi kita percaya memiliki sikap kenegarawan karena disitu ada tiga lembaga yang ikut bertanggung jawab di dalam proses penempatan hakim-hakim Mahkamah Konstitusi. Pertama dari DPR yang juga mengedepankan sikap kenegarawan. Kedua, dari pemerintah. Ketiga dari Mahkamah Agung. Sehingga ada tiga institusi yang tidak begitu mudah untuk diintervensi karena memang itu yang dijaga dengan sangat baik, dengan penuh tanggung jawab oleh Mahkamah Konstitusi,” pungkas Hasto. (Lucius GK)

Editor: Ruth Tobing

Sumber: Siaran Pers


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x