Masa Depan Demokrasi Jika Dinasti Jokowi Menang

- 10 Januari 2024, 21:12 WIB
Diskusi Masa Depan Demokrasi Jika Dinasi Jokowi Menang yang diselenggarakan Universitas Paramadina bekerjasama dengan LP3ES secara daring, Selasa (9/1/2024). Sumber: Humas Paramadina
Diskusi Masa Depan Demokrasi Jika Dinasi Jokowi Menang yang diselenggarakan Universitas Paramadina bekerjasama dengan LP3ES secara daring, Selasa (9/1/2024). Sumber: Humas Paramadina /

“Demokrasi dikelola dengan pagar negara hukum, yaitu pembatasan kekuasaan dan hak asasi manusia (HAM). Tidak asal ‘suara terbanyak’. Tetapi ada tuntutan prinsip pembatasan kekuasaan dalam menjaga hak asasi warga negara,” katanya.

Menyinggung kemunduran demokrasi Hendri Budi Satrio mengingatkan,  “Muncul pertanyaan besar,  siapa simbol yang bisa mengalahkan Jokowi saat ini? Tidak ada jawaban pasti dari pertanyaan tersebut, singkatnya adalah kembalinya demokrasi Indonesia kembali ke titik nol, dengan tujuan dapat membangun society yang baru. Tetapi dengan biaya yang dikeluarkan akan sangat besar”.

Menurut Hendri, ide yang sangat ekstrim ini untuk bisa menarik garis jelas adalah penguasa yang ingin terus berkuasa di balik kata demokrasi. “Mudah-mudahan dapat terjalinnya komunikasi kubu 01 dan 03 dengan tujuan tidak berlanjutnya politik dinasti dari rezim Jokowi,” ujar Hendri.

Narasumber lainnya, Eep Saefulloh Fatah menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang berpotensi untuk menyelewengkan kekuasaan. “Jika periode presiden terjadi dua periode itu harus diatur ulang, karena dikhawatirkan yang bersangkutan ikut terlibat dalam penyelewengan kekuasaan, bersikap tidak adil, memihak, dan lain sebagainya,” ungkapnya.

Baca Juga: Gandeng Paramadina, KPK FGD Kembangkan Modul Strategi Kampanye Integritas

Membuat Jokowi menang, tandas Eep, secara tidak langsung mengalahkan demokrasi. Tetapi tidak ada jaminan demokrasi akan menang jika Anies atau Ganjar yang menang. Yang harus menjadi agenda berikutnya adalah melakukan rehabilitasi demokrasi.

“Jokowi sendiri sebenarnya harus diperlakukan sama dengan siapapun dari sisi mitologis dan historisnya. Sisi mitologis Jokowi sangat diframing berlebihan, tetapi tidak perlu disesali karena kita harus terus bertarung dalam dinamika demokrasi,” pungkasnya. (Lucius GK)

Halaman:

Editor: Ruth Tobing

Sumber: Siaran Pers


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah