SEPUTAR CIBUBUR-Gerakan masyarakat sipil Jaga Pemilu menilai, banyaknya kecurangan sebelum dan sesudah Pemilu menjadi bukti bahwa pemilu 2024 menjadi yang terburuk setelah Reformasi.
Menurut Rusdi Marpaung, Divisi Advokasi dan Hukum Jaga Pemilu, pelanggaran yang cukup signifikan adalah politik uang (9%), pencoblosan ilegal (7%), bermasalahnya Daftar Pemilih Tetap (6%) dan upaya membatasi pengawas Pemilu bekerja (6%) serta pelaksanaan pencoblosan yang bermasalah (5%).
Rusdi mengatakan, data yang diperoleh dari 11 ribu pengawas dan relawan Pemilu yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan memasok data rekapitulasi suara, dugaan pelanggaran dari 1000 Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan berupaya mengawalnya sampai kecamatan.
Baca Juga: Rektor Universitas Pancasila Diduga Lecehkan ke Pegawai Kampus
Dugaan yang Jaga Pemilu kumpulkan kemudian dilaporkan ke Bawaslu dengan melengkapi informasi dasar yang diminta Bawaslu.
“Sampai saat ini JP sudah melaporkan 207 dugaan pelanggaran. Dari jumlah itu, satu sudah ditindaklanjuti,” kata dia.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, berdasarkan temuan dari kecuranganpemilu.com, terjadi penggelembungan suara di 16 provinsi dan 83 kabupaten kota di seluruh Indonesia.
Penggelembungan suara ini terjadi cukup merata di berbagai TPS di seluruh Indonesia. “Kami mempertanyakan sistem Sirekap yang tetap menerima suara dari TPS di atas 300 suara padahal batasan suara di tiap TPS maksimal 300 suara. Seharusnya, sistem bisa menolak kalau ada TPS yang jumlahnya lebih dari 300 suara,” ungkap Feri.