Telah Kuasai Teknologi, CTIS: Ahli-ahli Indonesia Siap Dukung Industri Roket Nasional  

- 26 November 2023, 12:53 WIB
Diskusi CTIS Tentang Peroketan di Indonesia, dengan Narasumber Dr.Adi Sadewo Salatun (No.4 dari kiri) dan Moderator Professor Harijono Djojodihardjo (No.2 dari Kiri) di Jakarta, 22 November 2023
Diskusi CTIS Tentang Peroketan di Indonesia, dengan Narasumber Dr.Adi Sadewo Salatun (No.4 dari kiri) dan Moderator Professor Harijono Djojodihardjo (No.2 dari Kiri) di Jakarta, 22 November 2023 /CTIS/

Para ahli Indonesia harus bekerja ekstra keras untuk menguasai teknologi bahan bakar padat propelan roket tadi. Apalagi banyak pihak tidak ingin Indonesia memiliki kemampuan teknologi ini.  Pasalnya, bila Indonesia menguasai teknologi pembuatan roket dan bahan bakar padatnya secara mandiri maka bisa membuat banyak negara khawatir, karena roket selain bisa dipakai untuk membawa muatan sensor telekomunikasi, sensor sonda telemetri atau muatan satelit juga dipakai untuk membawa hulu ledak konvensional, bahkan membawa hulu ledak nuklir. 

Kerja keras para ahli Indonesia membuahkan hasil bahan bakar padat roket Hydroxy Terminated Poly Butadiene (HTPB) sebagai fuel binder, kemudian Amonium Preklorat sebagai oksidator dan Toulene Di-Isocyanate (TDI) sebagai curing agent.  Sedang desain roketnya sudah mencapai desain roket diameter 320 milimeter sebagai roket RX-320, juga desain roket 450 milimeter sebagai roket RX-450.

Tentu kemampuan penguasaan teknologi tinggi ini, perlu diterapkan dan kegiatan riset peroketan harus sejalan dengan program pembangunan di Indonesia secara keseluruhan. 

Peserta diskusi sepakat bahwa hasil karya monumental para ahli peroketan Indonesia ini perlu dimanfaatkan oleh masyarakat.  Pada 2013 – 2014 lalu, sebenarnya telah dirintis Konsorsium Roket Nasional (KRN) dengan PT. Dirgantara Indonesia membuat struktur roket, LAPAN membuat motor roket, Pindad memproduksi hulu ledak, sedang PT. Dahana menyediakan bahan bakar padatnya. Konsorsium ini telah menghasilkan Roket RHAN-122 dengan jarak jangkau 15 kilometer.  Pola seperti ini perlu dipacu. 

Kerja sama dengan mitra internasional yang memasok roket-roket peralatan utama sistem persenjataan (alutista) TNI perlu digalang. Dimulai dengan kerja sama pengadaan bahan bakar padat karena komponen ini memiliki masa kadaluwarsa, yang apabila roket tidak digunakan maka masa pakai bahan bakar padatnya akan habis. 

Baca Juga: CTIS Bahas Energi Biomassa, Pendukung Transisi Energi yang Butuh Dukungan Kebijakan

Banyak alutsista TNI yang menggunakan roket, seperti roket  RM-70 Grad Korps Marinir TNI-AL. Ada juga roket Multilaras ASTROS TNI-AD buatan Brasil, rudal rudal Excocet TNI-AL juga menggunakan bahan bakar roket, belum lagi roket-roket yang dipasang pada pesawat pesawat tempur TNI-AU, seperti AIM-9 Sidewinder. 

Kesemua roket tadi memerlukan bahan bakar padat dan Indonesia sudah menguasai kemampuan membuat bahan bakar padat ini.  Awal program alih teknologi peroketan, sekaligus peningkatan nilai tambah produk nasional di bidang peroketan bisa dimulai dari sini.  Apalagi, sesuai UU No.16/Th.2012 Tentang Industri Pertahanan, mewajibkan semaksimal mungkin penggunaan kemampuan Nasional dalam pembangunan alutsista. ****

Halaman:

Editor: sugiharto basith budiman


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah