Dua Puluh Tahun Pasca Tsunami Aceh 2004, Resiliensi Bencana Makin Kokoh

- 22 Januari 2024, 21:15 WIB
Deputi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Dr.Raditya Jati (no.5 dari kanan) pada Diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS) Tentang Peringatan 20 Tahun Tsunami Aceh 2004 – 2024
Deputi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Dr.Raditya Jati (no.5 dari kanan) pada Diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS) Tentang Peringatan 20 Tahun Tsunami Aceh 2004 – 2024 /CTIS/

Mengingat Indonesia dipandang Dunia sebagai contoh salah satu negara paling depan yang bergiat dalam penguatan resiliensi bencana, Raditya menyampaikan, ini harus dilaksanakan dan diperagakan implementasi empat konsep di atas oleh Indonesia terlebih dahulu.  Sosialisasi resiliensi kebencanaan  harus lebih disebar-luaskan ke masyarakat. 

Tidak lupa pula institusi penanggulangan bencana di daerah, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Provinsi dan Kabupaten/Kota  harus terus diperkuat.   Investasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi baik untuk mitigasi, tanggap darurat maupun operasi pasca bencana yang telah dimiliki Indonesia perlu lebih disosialisasikan. 

Pasca tsunami Aceh, Indonesia sudah mampu membuat dan meluncurkan satelit remote sensing untuk pemantauan bencana, juga ada satelit komunikasi orbit ekuatorial buatan Indonesia yang bisa dipakai untuk komunikasi radio penduduk ORARI bila terjadi bencana. 

Ditambah lagi kemampuan membangun dan mengoperasikan Indonesia Tsunami Early Warning System (INA-TEWS) yang sudah dikuasai para ahli dalam negeri.  Kemudian ada beragam teknologi militer produksi dalam negeri yang bisa langsung dikonversikan menjadi teknologi penanggulangan bencana, seperti rancang-bangun dapur umum, seragam untuk operasi tanggap darurat bencana, makanan siap saji (meal ready to eat – MRE) dan masih banyak lagi.  Tidak lupa pula sistem asuransi kebencanaan yang perlu terus dikembangkan.

Berkaitan dengan peningkatkan budaya sadar bencana, Anggota CTIS Profesor Harijono Djojodihardjo memberi masukan tentang budaya resiliensi bencana masyarakat Jepang yang sangat siap menghadapi bencana. Dia menyatakan Indonesia perlu belajar dari mereka. 

Baca Juga: Mengenang Tsunami Aceh, Ini Lima Destinasi untuk Edukasi tentang Kesiagaan Bencana

Tentang investasi di bidang asuransi kebencanaan, anggota CTIS lainnya, Professor Jan Sopaheluwakan mengingatkan tentang prosentase pembayaran asuransi bencana yang ditanggung, yang masih rendah, terkadang hanya 5% dari total kerugian akibat bencana tadi.

Ketua Dewan Pembina CTIS, Profesor Wardiman Djojonegoro, yang juga mantan Mendikbud, menegaskan bahwa peringatan 20 tahun  tsunami Aceh dapat dipakai untuk memperkokoh empat kerangka resiliensi bencana diatas, dan CTIS akan mendukung penuh beragam kegiatan dalam rangka peringatan 20 tahun  bencana tsunami Aceh. ***

 

 

Halaman:

Editor: sugiharto basith budiman


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah