SEPUTAR CIBUBUR – Untuk mempertahankan industri kelapa sawit di Indonesia tetap berkelanjutan, Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagio mengatakan perlunya dukungan legislasi. Apalagi selama ini Indonesia menjadi salah satu negara penghasil CPO terbesar di dunia. Maka sudah semestinya ekosistem komoditi harus dikelola dari hulu hingga ke hilir.
Ia menyoroti adanya stigma negatif dari negara lain yang menyudutkan kelapa sawit dengan dalih merusak lingkungan karena disinyalir erat dengan deforestasi.
“Banyak kemunafikan dari orang-orang Eropa tentang sawit di Indonesia. Tidak dimungkiri, ada yang tidak tahu pohon sawit seperti apa. Padahal pohon ini tumbuhnya juga sama seperti komoditi lain, kopi, kakao,” tutur Firman saat berbicara pada Seminar Nasional bertajuk Sawit Memerdekakan Rakyat Indonesia dari Kemiskinan yang diselenggarakan SAWITKITA.ID di Jakarta, Selasa (8/8/2023).
Baca Juga: Pengelolaan Sawit Berkelanjutan Dorong Perekonomian Rakyat
Hadir juga dalam diskusi Ketua Umum Gapki Eddy Martono, Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS Achmad Maulizal Sutawijaya, serta Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdalifah Mahmud.
Perkembangan industri kelapa sawit dianggap banyak kalangan sebagai suatu yang amat penting dari kebutuhan pokok. Karena minyak sawit merupakan bahan baku dominan minyak goreng di dalam negeri dan merupakan salah satu kebutuhan esensial masyarakat. Bahkan, minyak sawit (CPO) sudah digunakan sebagai bahan baku untuk biodiesel, salah satu alternatif energi baru terbarukan.
Firman menilai, seberapa jauh negara menyikapi dan hadir terhadap keberadaan komoditi kelapa sawit yang sangat strategis ini akan berdampak terhadap keberlanjutan kelapa sawit. Sayangnya, hingga saat ini masih ada kekosongan hukum yang bisa memproteksi komoditi - komoditi strategis perkebunan di Indonesia.
Baca Juga: Besarnya Potensi Sawit Harus Dikelola Baik, Ini Alasannya
“Kita ada tujuh komoditas yang potensial dan prospek ekonomi yang sangat luar biasa yaitu kelapa sawit, kakao, karet, kopi, dan lainnya. Perlu adanya regulasi perlindungan komoditi yang strategis. Salah satunya, UU Perkelapasawitan,” katanya.