Bambang Hero : Tambang Timah Bangka Sisakan Kerusakan Hutan dan Galian Besar

6 April 2024, 06:45 WIB
Prof. Bambang Hero Saharjo /

SEPUTAR CIBUBUR-Pakar lingkungan juga Guru Besar IPB University Bambang Hero Saharjo mengatakan, hasil riset serta  pantuan citra satelit di bekas kawasan tambang Timah di Bangka Belitung menunjukkan kerusakan parah.

Banyak lokasi bekas tambang terbengkalai menimbulkan lubang besar karena tidak dinormalisasi dan ditinggalkan begitu saja.

“Bukan hanya dalam kawasan hutan tapi di luar kawasan hutan sudah dibuka. Ini berbahaya, kerusakan hutan. Banyak perusahaan tidak gunakan izin pakai kawasan hutan,” katanya dalam kanal YouTube Kejagung, Februari 2024.

Baca Juga: Anak Buah Erick Thohir Klaim, Langkah Kejagung Bagian dari Bersih Bersih BUMN

Bambang menunjukkan sebagian lokasi tambang yakni di Desa Perlang, Cenglong, Lubuk Besar, Bangka Belitung yang terlihat gundul. Di kawasan itu juga banyak lubang besar bekas tambang yang kini jadi danau.

Luasan IUP tambang di Bangka Belitung 348.653,574 hektar.

Jumlah itu tersebar di tujuh kabupaten yakni Bangka, Bangka Barat, Bangka Selatan, Bangka Tengah, Belitung, Belitung Timur dan Kota Pangkalpinang.

 Baca Juga: Hindari Spekulasi Masyarakat, CERI Minta Kejagung Bongkar Pejabat Terlibat di Kasus Timah

Sedangkan, luas galian tambang Bangka Belitung mencapai 170.363,064 hektar.Jumlah itu menyebar di tujuh lokasi baik di dalam ataupun luas kawasan hutan.

Dalam hitungannya, total kerugian karena aktivitas tambang ilegal sangat besar. Angka ini mencapai Rp271, 070 triliun.

Kerugian itu, dia kalkulasi dari kerusakan di dalam dan non kawasan hutan.

Baca Juga: Renungan Malam Kristiani: Penolong yang Sepadan

Rinciannya, biaya kerugian lingkungan Rp183,703 triliun, kerugian ekonomi lingkungan Rp74, 493 triliun, biaya pemulihan lingkungan Rp12, 157 triliun.

“Kita dihitung berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 tahun 2014,” kata Bambang.

Sementara itu,  Direktur Eksekutif Walhi Bangka Belitung Ahmad Subhan Hafidz, mengatakan, Rp271 triliun ini belum termasuk kerugian pengabaian hak asasi manusia (HAM), fauna, flora, dan konflik yang terjadi antara manusia dengan satwa akibat pergeseran ekosistem.

Menurut dia, tambang timah di Babel tak hanya d darat, namun ada di pesisir dan laut.

 Baca Juga: RI Buka-bukaan Data Tutupan Hutan dan Pengurangan Deforestasi Hadapi Regulasi EUDR, Siap Adu Metodologi 

“Ini mengganggu ekosistem mangrove, terumbu karang. Itu bagian ekosistem penting,” katanya.

Walhi Babel mencatat,  banyak korban dari aktivitas tambang ini mulai kecelakaan kerja sampai tenggelam di kubangan bekas tambang.

Jumlah korban kecelakaan aktivitas tambang selama 2021-2023 sekitar 47 orang, 27 orang meninggal dan 20 luka-luka. Kemudian, ada 21 kasus tenggelam di kubangan bekas galian tambang, 15 orang meninggal dunia.

“Ada 12 anak-anak dan remaja rentang usia 7-20 tahun.”

Dia mendesak pemerintah memulihkan pesisir dan laut yang terdampak galian tambang karena sebagian besar masyarakat Bangka menggantungkan hidup dari laut.

“Masyarakat Bangka Belitung sangat bersandar ekosistem laut. Baik sumber penghidupan ekonomi atau budaya.”

Tambang di Babel sudah berlangsung sejak era kolonialisme. Pada pasca reformasi aktivitas tambang kian masif. Eksploitasi, katanya,  menyebabkan banyak kerusakan lingkungan dan otomatis pemulihan akan sangat lama.

“Sementara daya dukung dan daya tampung lingkungan di Banga Belitung itu sudah tidak sanggup lagi untuk dibebani industri ekstraktif baik pertambangan atau perkebunan monokultur skala besar,” katanya.

Walhi merekomendasikan pemerintah menerapkan kebijakan moratorium (jeda) pertambangan untuk menyelamatkan lingkungan di Bangka Belitung.

Agung Kuntadi,  Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan, bahkan memperkirakan nilai kerugian ini masih akan bertambah seiring proses perhitungan keuangan kerugian negara yang masih berjalan.

 Kuntadi mengatakan, ratusan ribu hektar lahan di dalam atau luar kawasan hutan bekas tambang tidak dipulihkan oleh pengusaha usai menambang.

Menurut Kuntadi, kondisi ini, menimbulkan lubang yang tidak baik untuk aktivitas masyarakat.***

 

 

Editor: Ruth Tobing

Tags

Terkini

Terpopuler