MAKI: Hanya Fokus OTT, Kinerja KPK Kalah dengan Kejagung

- 27 Maret 2023, 10:30 WIB
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman /Dok MAKI/ANTARA

SEPUTAR CIBUBUR - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengunkapkan keprihatinan dengan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode saat ini yang dinilai belum bisa mengungkap kasus-kasus besar atau "big fish".

Menurut Boyamin, KPK perlu terus didorong untuk meningkatkan kinerjanya ke depan agar fokus pada kasus-kasus besar.

"Ini memang suatu keprihatinan kita, saya berharap perlu didorong, KPK perlu di depanlah," kata Boyamin Saiman dalam keterangan persnya, di Jakarta, Minggu, 26 Maret 2023.

Baca Juga: MAKI Ingatkan Jokowi Soal Rekam Jejak Korupsi Cagub DKI Heri Budi Hartono

Menurut Boyamin, pihaknya sudah meramal sejak 10 tahun yang lalu bahwa kinerja KPK akan kalah dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengungkap kasus-kasus besar tindak pidana korupsi.

"Itu (ramalan) sudah saya sampaikan kepada kedua belah pihak," ujar Boyamin.

Boyamin berpandangan ketidakmampuan KPK mengungkap kasus-kasus besar seperti yang dilakukan Kejagung karena pola kerja yang dijalankan KPK selama ini.

Baca Juga: Guna Penyedikan Dugaan Korupsi Bansos, KPK Cegah 6 Orang ke Luar Negeri

Ia menjelaskan KPK hanya fokus pada operasi tangkap tangan (OTT) yang menerapkan Pasal 5 tentang suap, Pasal 11 tentang Gratifikasi serta Pasal 12 tentang Penerimaan Hadiah dan Pemerasan.

Dari OTT itu, katanya, KPK melakukan pengembangan kasus jika pengembangan kasus yang dilakukan KPK selalu berasal dari OTT maka akan terbiasa dimudahkan dalam proses hukum.

"Yaitu apa? Dia (KPK) membuat bukti istilahnya gitu, jadi dia mau 'ngincer' orang kalau enggak jadi diberikan uangnya kan enggak jadi ada bukti bahwa terjadi suap, jadi ini sesuatu yang membuat bukti jadi gampang gitu," katanya.

Baca Juga: Tim Koalisi Perubahan untuk Persatuan Godok Cawapres Pendamping Anies Baswedan, Ini Daftar Tokoh Masuk Radar

Berbeda dengan Kejagung, lanjut dia, dalam praktiknya, lembaga Adhyaksa itu selalu berkontribusi atau berkutat pada Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi dan segala perubahannya.

Di mana pada Pasal 2, katanya, tentang perbuatan melawan hukum Pasal 3 adalah perbuatan penyalahgunaan wewenang.

"Kalau Pasal 2 dan Pasal 3 adalah mencari bukti dan menemukan bukti. Kenapa? Karena korupsinya sudah terjadi, bisa jadi lima tahun yang lalu, 12 tahun yang lalu, atau setahun yang lalu sudah peristiwanya terjadi dan harus menemukan dan mencari alat bukti," katanya.

Baca Juga: Harita Nickel Bantah Tuduhan JATAM Terkait Kerusakan Lingkungan di Pulau Obi

Dengan pencarian alat bukti ini, kata Boyamin, otomatis ketika Kejagung fokus dan konsentrasi di situ, maka lama-lama akan menemukan "ikan besar" (kasus besar), dan itu terbukti dimulai dari tahun 2018 dalam kasus Jiwasraya yang dilaporkan MAKI.

Dari kasus tersebut, lanjut dia, dirumuskan sampai 2019--2020 yang kemudian rentetannya menjadi kasus ASABRI.

Tidak hanya itu, MAKI merupakan salah saru yang melaporkan ke Kejagung kasus langka dan mahalnya minyak goreng waktu itu akibat ekspor CPO, termasuk kasus impor tekstil di Batam, dan kasus Satelit Kemenhan.

Baca Juga: Erick Thohir Melesat di Sejumlah Simulasi Cawapres, Ini Hasil Surveinya

"Kemudian beberapa kasus lain besar-besar yang termasuk kasus perkebunan Surya Darmadi yang dirumuskan kerugiannya sampai sangat tinggi di atas Rp50 triliun," kata Boyamin.

Hal inilah yang membuat Kejagung mampu mengungkap kasus-kasus megakorupsi dengan pola kerja berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 mencari dan menemukan alat bukti.

Dengan perbedaan pola kerja ini, kata Boyamin, akan menjadi perbedaan sepanjang kedua kubu ini tetap bermain di kutub masing-masing. Akan terjadi KPK hanya fokus OTT dan hanya berkutat di Pasal 5, Pasal 11, dan Pasal 12.

Halaman:

Editor: Erlan Kallo

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x