Baliho Politik di Area Publik Mengganggu dan Tak Efektif

- 30 Januari 2024, 21:56 WIB
Bedah hasil #PraxiSurvey bertema Aspirasi dan Preferensi Mahasiswa pada Pemilu 2024 di Jakarta, Senin (22/1/2024). Sumber: Praxis
Bedah hasil #PraxiSurvey bertema Aspirasi dan Preferensi Mahasiswa pada Pemilu 2024 di Jakarta, Senin (22/1/2024). Sumber: Praxis /

SEPUTAR CIBUBUR – Pemasangan alat peraga baliho politik di area publik selain mengganggu, pesan komunikasi yang hendak disampaikan kepada konstituen juga menjadi tidak efektif.

“Di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan lain-lain, di mana informasi lebih mudah ditemukan, rasanya kurang masuk di akal jika baliho politik masih bertebaran di mana-mana. Segregasinya masih sangat miskin,” kata Content Creator sekaligus Founder Malaka Project Ferry Irwandi saat menjadi pembedah hasil #PraxiSurvey bertema Aspirasi dan Preferensi Mahasiswa pada Pemilu 2024 di Jakarta, Senin (22/1/2024).

Pendapat Ferry nyatanya sejalan dengan hasil survei Praxis PR yang mengungkap fakta bahwa hanya ada 21,08% mahasiswa yang masih menjadikan iklan OOH (Out of Home), seperti baliho, sebagai sumber informasi politik. 

Survei Praxis PR ini dilakukan dengan dua metodologi, kuantitatif dan kualitatif. Survei kuantitatif dilaksanakan pada 1-8 Januari 2024 kepada 1.001 mahasiswa dengan rentang usia 16-25 tahun dan dilakukan pada 34 provinsi di Indonesia. 

Baca Juga: Isu Mundur 15 Menteri Lebih Ngeri Dibanding Jokowi Kampanye, Rupiah Tertekan

Selanjutnya Praxis berkolaborasi dengan Election Corner (EC) Fisipol UGM guna mengkaji temuan kuantitatif dengan melakukan riset kualitatif pada 15 Januari 2024 melalui aktivitas Focus Group Discussion (FGD) dengan melibatkan empat akademisi dan mahasiswa perwakilan Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Mulawarman (Unmul), dan Universitas Nusa Cendana (Undana).

Lebih lanjut, Ferry mengatakan baliho politik dan bendera partai dinilai juga merusak estetika dan pemandangan. “Saya malah masih melihat baliho politik dari Pemilu 2019 di jalanan. Ini tandanya para partai politik tersebut hanya memasang saja, tanpa memikirkan bagaimana membersihkan baliho-baliho ini,” ujar Ferry. 

Selain merusak pemandangan, pemasangan baliho politik di area terbuka juga sempat memakan korban pengendara kendaraan umum. Mengutip informasi dari media, alat peraga kampanye (APK) ini sempat membuat kecelakaan kepada sepasang suami istri. Keduanya mengalami kecelakaan sepeda motor di fly over Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, karena tersangkut bendera partai yang roboh. Selanjutnya di Cakung, Jakarta Timur, dua orang ibu-ibu mengalami kecelakaan dan terjatuh dari motor setelah tertimpa baliho kampanye caleg.

Baca Juga: Penerimaan Rp2 Miliar, Dana Kampanye Rp180 Ribu, Kaesang : Maaf Salah Input

Director of Public Affairs Praxis Sofyan Herbowo mengatakan maraknya pemasangan iklan OOH, seperti baliho, menjadi indikasi terjadinya stagnasi kaderisasi partai politik. “Saat ini bisa dilihat bahwa ketua umum partai politik itu bisa menjabat lebih dari satu dekade, termasuk anggotanya yang merupakan pemain lama. Politisi muda agak sulit menjadi pucuk pimpinan partai, padahal mereka yang lebih memahami kondisi saat ini yang sudah mengalami pergeseran,” jelas Sofyan. 

Halaman:

Editor: Ruth Tobing

Sumber: Siaran Pers


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x