Chindo Jadi Lebih Indonesia Usai Bertemu Peranakan Tionghoa dari Negara Lain

- 10 Maret 2024, 00:28 WIB
Para panitia gelar budaya di Sakyaputra Mandira berfoto bersama. Pendiri Ikon Budaya Nusantara Rm Justinus Sulistiadi Pr (duduk kedua dari kiri) dan  Kepala Wihara Ekayana Arama, YM Aryamaitri Mahasthavira (berjubah).
Para panitia gelar budaya di Sakyaputra Mandira berfoto bersama. Pendiri Ikon Budaya Nusantara Rm Justinus Sulistiadi Pr (duduk kedua dari kiri) dan Kepala Wihara Ekayana Arama, YM Aryamaitri Mahasthavira (berjubah). /

Baca Juga: Makna Barongsai di Tahun Baru Imlek Bagi Warga Keturunan Tionghoa

Dalam bidang militer, Laksamana Muda TNI (Purn.) John Lie Tjeng Tjoan atau dikenal sebagai Jahja Daniel Dharma adalah seorang perwira Angkatan Laut RI di masa penjajahan Jepang yang menjalankan berbagai misi-misi menembus blokade Belanda. John Lie mendapatkan penghargaan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2009 di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

 Kepala Wihara Ekayana Arama, YM Aryamaitri Mahasthaviradan Pendiri Ikon Budaya Nusantara (IKN) Rm Justinus Sulistiadi Pr senyum bersama di Vihara Sakyaputra Mandira, Jakarta, Sabtu (9/3/2024).
Kepala Wihara Ekayana Arama, YM Aryamaitri Mahasthaviradan Pendiri Ikon Budaya Nusantara (IKN) Rm Justinus Sulistiadi Pr senyum bersama di Vihara Sakyaputra Mandira, Jakarta, Sabtu (9/3/2024).
Sementara itu, Selly Gouw menguraikan bahwa di era sekarang, di tengah kepopuleran kata chindo di media sosial, budaya peranakan Tionghoa ternyata mengalami berbagai tantangan, mulai dari cultural gap, perbedaan muatan pengetahuan soal budaya peranakan Tionghoa antara generasi tua dan generasi sekarang hingga pelestarian budaya peranakan Tionghoa melalui informasi yang tepat.

“Sebagai bagian dari gen Z peranakan Tionghoa, saya terdorong untuk melestarikan budaya peranakan Tionghoa melalui media sosial. Harapannya, jika informasi soal budaya peranakan Tionghoa disampaikan oleh generasi yang sama, maka informasi tersebut bisa diterima dengan mudah,” ujar Selly Gouw.

Ketua Yayasan Ikon Kebudayaan Nusantara, Laurensius Chandra mengatakan bahwa acara diskusi ini merupakan titik awal untuk menjadi katalisator untuk pelestarian dan kemajuan warisan budaya di Indonesia. Akan ada berbagai thema budaya yang akan dilakukan oleh Ikon Budaya Nusantara.

Baca Juga: Taipan Indonesia Beli Hotel Mewah di China Rp3,72 Triliun

Menurut Sekretaris Umum Lembaga Kebudayaan Betawi, H Imron “Imbong“ Hasbullah, kebudayaan Tionghoa setidaknya memengaruhi 50% dari budaya yang tumbuh atau bertemu di Betawi.  Budaya Betawi itu dipengaruhi oleh budaya nusantara dan para imigran yang datang dari negara sebrang. Hampir seluruh unsur budaya Nusantara ada di dalam budaya Betawi. Yakni, unsur  Jawa, Sunda, Melayu, Bugis, Batak, Tionghoa, Arab, Inggris, Belanda, Portugis, Ambon, dan Bali.

“Budaya Betawi itu lintas etnis. Itu bisa dilihat dari pakaian perkawinan adat Betawi. Gambang kromong merupakan musik tradisi Betawi yang telah dipengarui oleh berbagai macam budaya. Atau juga, dalam adat perkawinan, mempelai pria mengenakan pakaian Arab dan mempelai perempuan mengenakan dandanan pengantin none cine atau yang disebut siangko. Intinya adalah Betawi beri contoh keterbukaan dan silang budaya berabad,“ ujar Imbong.

Beberapa media menulis, istilah Chindo berbeda dengan IndoChina. Dua pengertian yang berbeda meski mengacu pada budaya ras tertentu. Indochina adalah kawasan negara-negara di semenanjung Asia Tenggara atau Asia Tenggara daratan. Indochina adalah negara-negara kawasan di selatan China yang budaya terpengaruh dan terhubung oleh China daratan. Bahkan secara spesifik negara kawasan ini dulu merupakan jajahan Prancis.  Sedangkan Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura sering disebut  sebagai Kawasan Melayu yang sangat dipengaruhi oleh budaya Melayu. Sehingga negara-negara kawasan ini disebut sebagai kawasan maritim. (Lucius GK)

Halaman:

Editor: Ruth Tobing

Sumber: Siaran Pers


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah