Indonesia Awali Tahun 2023 dengan Baik

- 28 Januari 2023, 10:45 WIB
Bank DBS Indonesia
Bank DBS Indonesia /

Berdasarkan atas asumsi yang dianggarkan, pendapatan negara akan naik 1% pada 2023, dengan penurunan pengeluaran 3%, mematok defisit di angka -2,8%. Ketahanan pertumbuhan domestik, pajak tidak langsung lebih tinggi, dan harga komoditas (lebih rendah daripada 2022 tetapi stabil memasuki Desember 2022) yang tidak banyak berubah menjadi unsur pendukung.

“Pengurangan subsidi dan pelemahan harga minyak global juga akan membantu meringankan pengeluaran,” tandasnya.

DBS Group Research. Foto ilustrasi: Bank DBS Indonesia
DBS Group Research. Foto ilustrasi: Bank DBS Indonesia
Dengan reorientasi dalam prioritas pengeluaran, investasi publik lebih tinggi diharapkan akan muncul sebagai pendorong pertumbuhan tahun ini, yang diperkirakan DBS Group Research akan meredam kecenderungan membuat kebijakan populis menjelang pemilu 2024.

“Tergantung pada keadaan ekonomi, ada kemungkinan target defisit fiskal 2023 turun menjadi 2,0-2,5% dari PDB, yaitu kisaran prapandemi dibandingkan dengan target yang dianggarkan, sebesar -2,84%. Jika terjadi, maka ini akan berdampak positif bagi stabilitas makro secara keseluruhan. DBS Group Research memperkirakan target fiskal sebesar -2,7% dari PDB,” tutur Radhika Rao.

Baca Juga: Simak DBS CIO Insights 1Q23

Menurut dia, pencapaian yang lebih baik di 2022 memberi pijakan lebih kuat untuk tahun ini, karena kelebihan saldo (Sisa Anggaran Lebih atau SAL) diteruskan ke tahun ini, misalnya ~Rp120 triliun vs Rp246 triliun pada 2021. Rencana pembiayaan yang lebih kecil juga akan mendukung pasar obligasi, mengingat bank sentral akan menghentikan pembelian obligasi di pasar perdana sejak 2023.

Selain permintaan rutin dari bank komersial dan pemain jangka panjang, investor asing secara bertahap kembali ke obligasi rupiah. Obligasi dolar AS multi-tranche pertama untuk tahun ini akan menarik minat kuat. 

Neraca perdagangan masih memiliki ruang untuk bermanuver

Lebih jauh dikemukakan, surplus neraca perdagangan diperkirakan akan mencatat rekor ~$55 miliar pada 2022, meningkat 55% dari 2021. Peningkatan ekspor komoditas dan nonmigas membantu mengimbangi defisit migas dan impor, yang meningkat pesat sejalan dengan kegiatan ekonomi.

“Untuk 2022, DBS Group Research melihat kemungkinan surplus neraca berjalan lebih baik dari perkiraan sebesar 0,7% dari PDB,” kata Radhika Rao. 

Halaman:

Editor: Ruth Tobing

Sumber: Siaran Pers


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah