KLHK Kembangkan Sistem Informasi Harga Patokan Hasil Hutan, Direktur IPHH: Untuk PNBP yang Berkeadilan

- 25 Mei 2023, 08:33 WIB
Direktur IPHH KLHK Ade Mukadi
Direktur IPHH KLHK Ade Mukadi /KLHK/

SEPUTAR CIBUBUR - Direktorat Iuran dan Penatausahaan Hasil Hutan (IPHH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengembangkan Sistem Informasi Harga Patokan (SIPATOK) Hasil Hutan untuk menghasilkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berkeadilan bagi Negara maupun bagi pelaku usaha.

SIPATOK merupakan Proyek Perubahan Direktorat IPHH KLHK yang dilaksanakan oleh Direktur IPHH KLHK Ade Mukadi saat ini sedang diujicoba di empat provinsi sebagai perwakilan regional yaitu Riau sebagai perwakilan wilayah Sumatera, Jawa Timur (wilayah Jawa), Kalimantan Timur (wilayah Kalimantan) dan Sulawesi Selatan (wilayah Indonesia Timur). 

Ade menjelaskan uji coba melibatkan para pelaku usaha (Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia/APHI), Dinas Kehutanan, dan Balai Pengelolaan Hutan Lestari KLHK.

“Harapannya SIPATOK ini dapat dilaunching per Juli 2023,” ujar Ade dalam keterangannya, Kamis, 25 Mei 2023.

Ade menjelaskan salah satu latar belakang dikembangkannya SIPATOK adalah untuk mengoptimalkan PNBP. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK, dalam lima tahun terakhir (2018-2022), PNBP dari pemanfaatan hutan tercatat sebesar Rp2,8 triliun-Rp3,2 triliun per tahun.

Baca Juga: Ketelusuran Rantai Pasokan SVLK Modal Kuat Hadapi Ketentuan Anti Deforestasi Uni Eropa (EU DFSC)

PNBP tersebut masih sangat kecil jika dibandingkan dengan potensinya mengingat hutan produksi di Indonesia seluas 68,83 juta hektare

Oleh karena itu, kata Ade, perlu upaya pemerintah untuk melakukan peningkatan perolehan PNBP dari pemanfaatan hutan. Salah satunya adalah dengan melakukan penyesuaian harga patokan.

Namun, sampai dengan saat ini Harga Patokan yang berlaku adalah Harga Patokan yang ditetapkan melalui PermenLHK Nomor P.64/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017.  Artinya, selama 6 tahun (2017-2022) nilai Harga Patokan tidak berubah sehingga tidak fair bagi dunia usaha maupun pemerintah.

 “Pada saat harga kayu bulat tinggi, PNBP yang diperoleh pemerintah tidak mengalami peningkatan dan sebaliknya ketika harga jatuh, pelaku usaha merasa keberatan memenuhi kewajiban PNBP. Padahal sesuai ketentuan, Harga Patokan harus diperbaharui dan dilakukan penetapan setiap 6 bulan,” kata Ade.

Mengingat harga penjualan hasil hutan bersifat dinamis, maka untuk memenuhi aspek keadilan dalam penetapan Harga Patokan perlu menetapkan Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) yang mengatur mekanisme penyusunan dan penetapan Harga Patokan berupa Peraturan Menteri yang didukung dengan sistem informasi (aplikasi) berbasis web.

Terbitnya Peraturan Menteri terkait Harga Patokan ini akan menjadi pedoman dalam penyampaian data dan informasi harga hasil hutan, perumusan dan penetapan Harga Patokan untuk menjamin terpenuhinya prinsip keadilan dalam penetapan Harga Patokan dengan mengikuti perkembangan harga pasar hasil hutan.

“Untuk menjamin terselenggaranya penerapan Peraturan Menteri terkait Harga Patokan ini, maka perlu dibangun sebuah sistem informasi harga patokan atau SIPATOK yang merupakan subsistem dari SIPNBP (Sistem Informasi PNBP) dan terintegrasi dengan SIPUHH (Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan),” kata Ade.

Dengan adanya SIPATOK akan mempermudah proses pengumpulan data dan informasi harga hasil hutan dan penetapan harga patokan serta memberikan akses kepada pelaku usaha untuk secara langsung menyampaikan harga penjualan riil hasil hutan berdasarkan dokumen penjualan/invoice dan dokumen penjualan lainnya. 

Harapannya, SIPATOK  ini dapat memberikan rasa keadilan bagi pelaku usaha maupun pemerintah. Apabila harga jual hasil hutan naik maka harga patokan juga mestinya naik. Begitupula sebaliknya bila harga jual hasil hutan turun maka harga patokan juga turun.

Ade menuturkan untuk mendorong kepatuhan para pelaku usaha, maka apabila pelaku usaha tidak meng-input data penjualan/invoice ke dalam SIPATOK maka proses bisnis pembayaran kewajiban PNBP melalui SIPNBP tidak dapat terlayani, dan akhirnya transaksi pembayaran kewajiban PNBP pemanfaatan hutan tidak dapat diproses lebih lanjut.

Hasil terobosan ini sangat berdampak terhadap optimalisasi PNBP pemanfaatan hutan  dan ketersediaan data harga penjualan hasil hutan rata-rata riil per wilayah dan per jenis hasil hutan berbasis web. Data ini selanjutnya dapat dijadikan sebagai baseline penetapan harga patokan secara periodik per enam bulan sekali.

Baca Juga: KLHK Sebut APHI Mitra Strategis Capai Pengelolaan Hutan Lestari, Ini Alasannya

Ade melanjutkan, penetapan harga patokan berbasis web ini juga sebagai strategi antisipasi atas terbitnya revisi PP 12 Tahun 2014 sebagai amanah dari Undang-undang Cipta Kerja di mana pembayaran kewajiban PNBP khususnya Dana Reboisasi yang semula berbasis dolar Amerika Serikat menjadi Rupiah.

Ade menekankan strategi yang dilakukan berkaitan dengan optimalisasi layanan publik khususnya PNBP berbasis digital (sistem informasi) juga sesuai dengan konsep 5 Pilar Pengelolaan Hutan Lestari khususnya Pilar ke-5 yaitu Peningkatan Daya Saing, yang antara lain meliputi adanya Sistem Informasi PNBP. Adapun keempat pilar lainnya adalah Kepastian Kawasan; Jaminan berusaha; Produktivitas; dan Diversifikasi produk.  ***

 

Editor: sugiharto basith budiman


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x