Waspada, Tipu-tipu Bandar Judi Online Kamboja, Sasarannya Pencari Kerja Asal Indonesia

- 16 September 2022, 09:48 WIB
Waspada, Tipu-tipu Bandar Judi Online di Kamboja, Sasarannya Pencari Kerja Asal Indonesia
Waspada, Tipu-tipu Bandar Judi Online di Kamboja, Sasarannya Pencari Kerja Asal Indonesia /

SEPUTAR CIBUBUR – Tipu menipu menjadi hal lumrah dalam siklus perjudian dimanapun di seluruh dunia.

Dimulai dari bandar judi online sebagai otak penipu, lahirnya para karyawan, sales, admin yang semuanya harus punya DNA penipu.

Kisah yang menjadikan seorang  seorang pekerja asal Indonesia menjadi penipu juga dialami Rendi (bukan nama sebenarnya)

Bermula dari melihat lowongan kerja di sosial media sebagai customer service di Kamboja Rendi merasa tertarik. Pasalnya ada iming-iming gaji sebesar USD1.200  atau sekitar Rp17,8 juta per bulan.

Baca Juga: Jangan Tertipu, Konsorsium Judi Online Jaringan Vietnam, Kamboja, dan Filipina Bandarnya ada di Jakarta

Baca Juga: Salah Tangkap Pemuda Madiun, Hacker Kadrun Bjorka Sebut Pemerintah Idiot

Sebagai pekerja keras dengan sejumlah pengalaman bekerja di luar negeri, terutama di Timur Tengah, Rendi merasa tertantang.

Awalnya, Rendi sempat diwawancarai oleh pencari kerja yang mengaku sebagai staf personalia di perusahaan itu.

Hanya saja, staf personalia tidak memberikan kontrak kerja dan meyakinkan bahwa kontrak kerja akan didapat Rendi saat tiba Kamboja.

“Yang membuat saya yakin mereka membuka lowongan kerja ini dengan menggunakan  beberapa agensi yang sebetulnya legal,” kata Rendi seperti dilansir BBC News Indonesia, belum lama ini.

Baca Juga: Ngeri, Kepala PPATK Ungkap Transaksi Bisnis Judi Online Tembus Rp155 Triliun

Baca Juga: PPATK: Data Transaksi Keuangan Rekening Brigadir J Mencurigakan, Ada Indikasi Kejahatan 

Staf personalia lalu membelikan dan mengirimkan tiket keberangkatan kepada pada Mei lalu.Tiba di bandara, Rendi langsung dijemput.

Rendi kemudian dibawa ke perusahaan yang berlokasi di Sihanoukville.

Baru belakangan Rendi mengetahui bahwa orang yang dia kira sebagai staf personalia itu sebetulnya adalah agen penyalur yang mendapat komisi sebesar USD2.000 (Rp29,7 juta) untuk setiap orang yang mereka rekrut.

Dalam ingatan Rendi, perusahaan itu terletak di area dengan banyak gedung seperti apartemen. Di setiap gedung terdapat ruangan-ruangan untuk kantor, juga flat.

 Baca Juga: KPK Endus Uang Gubernur Papua Lukas Enembe Diduga Mengalir ke Kasino

Pada hari pertama bekerja, Rendi diminta membuat akun media sosial palsu menggunakan foto dari model-model yang juga dipekerjakan di perusahaan itu.

kemudian Rendi diminta membuat pertemanan dengan calon-calon korbannya melalui media sosial Facebook, Twitter, Instagram, hingga aplikasi kencan.

Targetnya adalah perempuan-perempuan di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Vietnam.

Pada masa-masa awal itu, Rendi belum diberi target. Namun dari cerita orang-orang yang juga dipekerjakan di situ, dia mengetahui bahwa setiap tim yang terdiri dari enam hingga tujuh orang ditargetkan mendapatkan USD35.000  atau sekitar Rp520 juta per bulan.

Baca Juga: Arief Poyuono Tantang Bjorka Ungkap Big Data Luhut Hingga Jokowi Tiga Periode

Rendi diminta untuk mendekati orang-orang yang potensial mencari korbannya dengan membangun pertemanan.

Dia harus mencari tahu keseharian hingga pekerjaan korban, bahkan membangun hubungan asmara dengan calon korbannya.

Untuk meyakinkan para korban bahwa pelaku ini “nyata”, perusahaan pun bersedia memodali.

“Misalnya kalau dia minta sampai kirim bunga, kalau memang dia potensinya besar, itu akan dikirim. Bos enggak masalah. Apalagi kalau korban sudah mau melakukan investasi,” ujar Rendi.

Baca Juga: Bau Busuk Bjorka Terungkap, Ngaku Retas Data Rahasia, Padahal Beli di Dark Web Pakai Kripto

Jika target sebesar USD35.000 sudah tercapai, maka mereka pun akan memutuskan komunikasi dan menghilang dari korban.

Uang itu didapat dengan menjebak korban menyetorkan uang untuk investasi bodong, menjual tiket palsu pertandingan Piala Dunia Qatar, atau belanja online di platform e-commerce palsu tanpa pernah mengirimkan barangnya.

Selama bekerja di perusahaan itu, Rendi mengatakan dia tidak pernah digaji.

Dengan dalih kinerjanya tidak memenuhi target, Rendi pun dioper ketiga perusahaan berbeda tanpa diberi digaji.

 Baca Juga: Muhammad Said Fikriansyah Diduga Sosok Dibalik Bjorka, Akun Sosmed Langsung Menghilang

“Dibilang customer saya kurang lah, target dari customer itu kurang, tapi nyatanya setelah saya keluar pun mereka tetap pakai customer saya.”

“Teman-teman yang sudah punya target juga, dia dioper lagi, dijual lagi ke perusahaan lain. Hanya dimanfaatkan saja, dikuras saja,” tutur Rendi.

Selama di perusahaan itu, Rendi juga mengaku pernah mengalami kekerasan, namun menolak dia mengungkapkannya secara rinci.

“Saya masih trauma. Ada beberapa teman yang meninggal  karena disiks.”

Baca Juga: Husin Shihab: Bjorka Anak IT Kadrun Lagi Main hacker-hackeran, Modalnya Cuma Android

Penyiksaan seperti disetrum dan diborgol, kata dia, menjadi hal yang umum dibicarakan antar para pekerja bila dianggap tidak bekerja dengan baik dan memenuhi target.

Situasi itu pula yang mendorong Rendi mencari cara untuk keluar dari perusahaan itu.

Namun, apabila dia mengundurkan diri, Rendi harus membayar penalti sebesar USD11.000 atau sekitar Rp163,5 juta kepada perusahaan.

Rendi akhirnya mencari cara untuk kabur. Suatu hari, di tengah hujan, ketika dia berada di luar karena hendak dipindahkan ke perusahaan serupa lainnya, Rendi berhasil kabur.

Baca Juga: Curiga Rahmat Effendi Terima Aliran Uang dari Sejumlah Pihak, KPK Periksa Tiga Saksi

Dia langsung mencari angkutan umum untuk pergi ke ibu kota Pnom Penh dan mendatangi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).Pada 2 Agustus 2022, Rendi akhirnya berhasil pulang ke Indonesia.

Kisah sama juga dialami salah korban asal Vietnam, Chi Tin. Chi Tin diwajibkan menanggung utang senilai 88 juta VND atau sekitar Rp55,5 juta dengan bunga 20% per bulan dari rentenir.

Kepada BBC Vietnam, Tin bercerita apa yang menimpa dirinya berawal dari obrolan singkat di aplikasi pengiriman pesan Zalo, setelah dia melihat iklan lowongan pekerjaan di Facebook.

Lowongan pekerjaan itu mensyaratkan keterampilan mengetik dengan upah sekitar US$900 atau Rp13,2 juta per bulan.

Mengaku terbang ke Kamboja untuk melihat kantor yang menawari pekerjaan itu, Tin justru berakhir disekap dan harus menebus kebebasannya dengan banyak uang.***

Editor: Ruth Tobing


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x