Baca Juga: Sepasang Remaja di Palembang Terciduk Sedang ‘Indehoi’ di Kuburan Cina
"Yakni Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Hasil Pemilihan Umum Legislatif telah diketahui dan kemudian mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden untuk disahkan Presiden menjadi undang-undang hanya beberapa hari menjelang berakhirnya masa bakti anggota DPR RI periode 2014-2019 dan beberapa minggu menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden Joko Widodo periode pertama," ujarnya.
Wahiduddin juga menjelaskan pmebentukan UU yang dalam waktu yang relatif singkat dan dilakukan pada momentum spesifik yang mengundang pertanyaan besar memang tidaklah secara langsung menyebabkan UU tersebut inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Namun, singkatnya waktu pembentukan UU 19/2019 jelas berpengaruh secara signifikan terhadap sangat minimnya partisipasi masyarakat, serta sangat minimnya kajian dampak analisis terhadap pihak khususnya lembaga yang akan melaksanakan ketentuan UU19/2019 dalam hal ini KPK.
Baca Juga: ICW: Pemecatan Novel Baswedan Episode Akhir Pembunuhan KPK
Wahiduddin juga menilai ada ketidaksinkronan antara Naskah Akademik yang cenderung berorientasi pada pembentukan UU perubahan dengan RUU yang telah sejak awal berorientasi membentuk UU baru.
Wahiduddin menyatakan dalam memutus perkara ini ada tiga opsi putusan. Pertama, menolak permohonan pemohon. Kedua MK memperbaiki beberapa materi dalam UU 19/2019 dengan mengabulkan sebagian permohonan pemohon, atau ketiga menyatakan UU 19/2019 bertentangan dengan UUD 1945.
"Berdasarkan 3 opsi koridor untuk memutus perkara pengujian di atas, saya berijtihad untuk menempuh koridor "jalan tengah terbaik" yang saya yakini, yaitu menyatakan bahwa pembentukan undang-undang a quo bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, sehingga undang-undang a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar dia.***